Angkot Protes Taksi Online

CILEGON, SNOL– Puluhan sopir angkot yang berasal dari ber­bagai trayek di Kota Cilegon melakukan aksi unjuk rasa dan memaksa petugas gabungan menutup akses jalan Jenderal Sudirman, Selasa (6/2). Dalam orasinya yang dilayangkan ke Pemkot dan DPRD Cilegon, sopir angkot menuntut kedua lembaga bersikap tegas dalam memperlakukan taksi online, seperti aturan yang diberlaku­kan kepada pengemudi angkot.

“Kami sudah mencoba ber­tahan selama tiga bulan ini, sejak taksi online marak di Ci­legon. Pendapatan kami terus merosot, dengan beban dan kewajiban yang kami tanggung. Sedangkan taksi online? mereka tidak dikenakan KIR, tidak ada stiker, tidak menggunakan plat kuning, bebas operasi tanpa ada razia sama sekali,” ungkap Yudi Prayudia, salah seorang sopir angkot dalam orasinya.

Pihaknya menegaskan, beban sekira 3000 angkot yang terdapat di Kota Cilegon harus menjadi perhatian Pemkot dan DPRD Cilegon. “Kami tidak menuntut diistimewakan, tapi setidaknya ada keadilan disini. Mereka (taksi online) harus diperlaku­kan sama seperti kami. Angkot saja ada dasar penerapan tarif setiap trayek, kalau taksi online dasarnya apa, kita pun tidak tahu,” terang sopir angkot trayek Cilegon – Merak ini.

Orasi berlangsung singkat, massa aksi langsung diundang mediasi oleh DPRD Cilegon yang langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Cilegon, Fakih Us­man Umar dan jajaran pejabat dari Dinas Perhubungan Kota Cilegon. Usai berorasi, para sopir taksi dimediasi anggota DPRD.

Koordinator sopir angkot yang melakukan aksi unjuk rasa, Rustam membeberkan bahwa belasan tahun persoalan lama mulai dari operasional trayek luar Cilegon yang bebas berop­erasi lantaran ketiadaan subter­minal hingga operasi AKAP dan AKDP yang bebas mengangkut penumpang yang tak pernah menghasilkan titik temu, kini mereka harus dihadapi perso­alan persaingan dengan mo­bilisasi taksi yang berbasis ap­likasi.

“Artinya, luka lama saja belum sembuh, kok sudah menambah koreng baru lagi dari taksi on­line ini. Ini persoalan nasional dan sudah ada campur tangan kementerian, tapi kenapa keten­tuan seperti KIR, SIM A Umum, dan stikerisasi nyatanya di lapan­gan semua itu tidak pernah ada. Nah karena itulah kami merasa dirugikan,” ujarnya. Senada dikatakan Aminudin, sopir ang­kot lainnya. Ia menyadari betul keinginan penumpang yang akan memilih tarif yang lebih murah. Namun demikian, kata dia, tidak adanya dasar aturan penerapan tarif di taksi online sudah sangat berdampak pada pendapatan sopir angkot.

“Tumpang tindih persoalan angkutan seperti trayek Bojone­gara yang punya warna yang sama dengan angkot Merak saja belum selesai, karen mereka bisa bebas masuk Cilegon, apal­agi di ujung trayek itu tidak ada penjagaan, ini sudah ditambah persoalan taksi online. Persain­gan dengan taksi online ini su­dah tidak sehat. Penumpangnya bebas diturunkan dimana saja, sopir online bebas mengangkut penumpang darimana saja, lam­bat laun ini merugikan kami,” tambahnya.

Sementara Kepala Dishub Ci­legon, Andi Affandi mengatakan sejauh ini pihaknya baru meru­muskan kesepakatan menyakut ojek online dengan ojek pangka­lan. (bnn)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.