35 Tahun Dijual Bebas, Albothyl Ditarik Paksa
KARANG TENGAH, SNOL—Berakhir sudah nasib Albothyl. Setelah 35 tahun dijual bebas, cairan yang biasa digunakan untuk menyembuhkan sariawan itu ditarik paksa dari peredaran. PT Pharos Indonesia, selaku produsen, menarik Albothyl dari pasaran mulai kemarin seiring pembekuan izin yang dikeluarkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI, Kamis (15/2) lalu.
BPOM membekukan izin Albothyl setelah melakukan pemantauan dalam dua tahun terakhir terhadap cairan yang mengandung policresulen konsentrat itu. Policresulen konsentrat ditengarai menyebabkan efek samping pada penggunanya.
“Terkait pemantauan Albothyl, dalam 2 tahun terakhir BPOM RI menerima 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan,” ucap Nelly, Humas BPOM, Kamis (15/2). Di antaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi (noma like lession).
BPOM RI menyatakan telah melakukan kajian bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi profesi terkait aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat. Dari pengkajian diputuskan tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi).
Pembekuan izin itu langsung disikapi PT Pharos Indonesia yang menyatakan siap mematuhi aturan tersebut. “Kami menghormati keputusan Badan POM yang membekukan izin edar Albothyl hingga ada persetujuan perbaikan indikasi. Kami juga mematuhi keputusan Badan POM untuk menarik produk ini dari pasar,” jelas Director of Corporate Communications PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/2).
Ia pun mengungkapkan kalau sebagai perusahaan farmasi nasional yang selama 45 tahun berdiri, PT Pharos telah berkontribusi pada pembuatan dan penyediaan obat-obat dan suplemen kesehatan bagi masyarakat Indonesia.
Pihaknya pun mengklaim sudah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam seluruh rangkaian produksi, mulai dari pengujian bahan baku hingga produk jadi yang dihasilkan. “Albothyl sendiri adalah produk yang sudah lebih dari 35 tahun beredar di Indonesia,” sambungnya.
Untuk itu, Ida menegaskan penarikan produk Albothyl akan dilakukan dalam waktu cepat dari seluruh wilayah Indonesia. Pihaknya pun akan terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Badan POM.
Perlu diketahui, merek Albothyl berada di bawah lisensi dari Jerman yang kemudian dibeli oleh perusahaan Takeda dari Jepang. Selain di Indonesia, Albothyl juga digunakan di sejumlah negara lain.
Di Kota Tangerang, Albothyl mulai ditarik dari pasaran. Mita, petugas jaga di Apotek Generik Metro Permata Karang Tengah mengaku obat itu banyak digunakan masyarakat sebagai penyembuh sariawan.
“Kalau yang beli banyak. Menurut saya ini cukup laku karena biasanya mereka datang membeli ini (Albothyl) kalau sedang sariawan,” ungkap dia kemarin.
Menurut dia saat BPOM membekukan ijin edar obat cair tersebut pihak pengelola apotek sudah tidak menjual dan mulai mengemas produk yang masih ada di tempatnya. “Kami sudah packing rapi dan sudah tidak kita jual lagi karena nantinya akan ditarik oleh PT Pharos,” ungkapnya. (iqbal/gatot)