Tari Manen Pare, Ungkapan Rasa Syukur Petani

Kesenian tradisional di Kabupaten Pandeglang berupa tari manen pare (panen padi) ternyata merupakan akar dari tari jaipong. Gaya lekukan tarian ini,  mengandung unsur jaipong dan biasa dipertontonkan saat memanen padi, sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan.
Sejak  jaman nenek moyang atau para orang tua dahulu di Pandeglang, tari panen pare ini kerap dijadikan sebagai ritual ucapan syukur dengan hasil panen yang didapat. Seiring dengan perkembangan jaman, kemudian tarian ini diiringi dengan sejumlah alat musik tradisional lain, sehingga terasa lebih indah dan terlihat lebih menarik.
“Awalnya, tari manen pare ini hanya bisa ditampilkan pada upacara untuk menyambut panen padi saja. Tapi, sekarang sering ditampilkan dalam festival kesenian dan budaya, baik di Pandeglang maupun di luar Pandeglang. Tarian itu juga sering ditampilkan pada upacara pernikahan dan upacara khusus lain,” kata  Sulaeman, salah seorang pecinta seni dan budaya, Asal Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Jumat (25/5).
Kesenian tari manenan ini juga merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada Dewi Sri. Sebab, Dewi dipercaya telah menjaga kesuburan padi. Sedangkan, fungsi tari ini tidak hanya sebagai ungkapan rasa terima kasih atau ungkapan rasa syukur lagi, juga sebagai tarian pergaulan dan hiburan bagi masyarakat.
“Pertujukan tari, sering dianggap sebagai pertunjukan yang erotis, vulgar dan seronok. Pementasan tarian juga identik dengan ronggeng, dimana ronggeng adalah primadona pada pertunjukan tarian. Nah, untuk tarian ini memang ada gerak tubuh yang terkesan erotis itu, namun lekukan atau goyangan yang diperagakan para penari tidak seronok,”ujarnya.
Sulaeman menuturkan, tercermin dari unsur gerakan yang terdiri dari goyang, gitek dan geol dalam kesenian tari manen pare, tidak untuk mengeksplotasi keerotisan semata. Sebagai tarian yang ditujukan untuk menyambut panen padi, gerakan yang terkandung dalam tarian tersebut merupakan lambang kesuburan padi.
Sejumlah alat musik yang digunakan sebagai pengiring tarian ini antara lain suling, degung, bedug, angklung dan sejumlah alat-alat musik trasidisional lain. Untuk asesoris lain seperti dupa, menyan dan seragam penari yang mengandung unsure kemeriahan, disesuaikan dengan perkembangan seni dan budaya tradisional.
“Kemeriahan tarian ini, akan semakin terlihat ketika dibarengi atau dikolaborasikan dengan kesenian lain seperti rampak bedug. Sekilas, tarian ini mirip dengan tarian tradisional lain, namun yang menjadikan ciri khas tari manen pare ini, adalah gerakan tariannya mirip ketika petani sedang memanen padi, gerakan maju mundur, ngeprik dan gerakan lekukan,” tuturnya. (mardiana/eman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.