Ombudsman Temukan Maladminitrasi

SERANG, SNOL—Ombudsman menemukan sejumlah mal­administrasi dalam peny­elenggaraan ketenagakerjaan di Provinsi Banten sehingga menyebabkan munculnya permasalahan yang dihadapi kaum buruh. Pemprov Bant­en dianggap belum memiliki peraturan yang mengatur se­cara khusus mengenai sistem, mekanisme, dan prosedur pengawasan ketenagaker­jaan.

Pernyataan itu disampai­kan Kepala Perwakilan Om­busman Banten Bambang Purwanto Sumo pada keg­iatan desiminasi hasil kajian cepat penyelenggaraan pen­gawasan ketenagakerjaan di Provinsi Banten di salah satu Hotel di Kota Serang, Selasa (10/7). Menurut Bambang, setelah kewenangan penga­wasan ketenagakerjaan di­limpahkan ke pemerintah provinsi, permasalahan yang berkepanjangan.dihadapi buruh justru semakin

Penyebabnya, lanjut Bam­bang, adalah pengawasan ke­tenagakerjaan yang dinilai ma­sih belum jelas. Mulai dari tidak adanya standar operasional prosedur dan petunjuk teknis yang secara khusus mengatur penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi Banten. Kemudian, ketidakjela­san kewenangan kantor wilayah pengawasan ketenagakerjaan dalam penerimaan laporan pen­gaduan masyarakat hingga koor­dinasi antar bidang pengawasan di Provinsi Banten dengan Ka­bupaten dan Kota yang ada.

“Justru semakin panjang. Ke­tika ada masalah yang dialami oleh kaum buruh, justru buruh semakin kebingungan,” kata Bambang dalam pidatonya, ke­marin.

Bambang menambahkan temuan di lapangan menunjuk­kan para buruh terpaksa harus puas dengan jawaban kurang memuaskan pada saat mela yangkan pengaduan di Dinas Ketenagakerjaan di Kabupaten dan Kota di Provinsi Banten, termasuk kepada anggota DPRD yang ada di wilayah. Ketidak­puasan itu disebabkan belum adanya SOP dan Juknis yang se­cara jelas mengatur mengenai tempat dan pusat pengaduan ketenagakerjaan.

Persoalan itu ditambah den­gan minimnya personel pen­gawasan ketenagakerjaan di Pemprov Banten yang tidak se­banding dengan jumlah buruh dan perusahaan yang ada. Se­lain itu jarak tempuh dari pusat pemerintahan Provinsi Banten di Kota Serang dengan lokasi perusahaan yang bermasalah cukup jauh. Akibatnya, kata Bambang, permasalahan yang dihadapi oleh kaum buruh men­jadi lambat untuk ditangani.

Ombudsman juga menilai koordinasi antara SKPD di dae­rah dengan Provinsi yang mem­bidangi pengawasan ketenaga kerjaan cukup minim. Sehingga, pengawasan secara menyeluruh belum dapat dirasakan sampai saat ini. Masih banyak buruh yang kebingungan untuk men­gadukan nasibnya saat men­galami permasalahan di tempat kerjanya.

“Selain kesemuanya itu, perlu juga pembinaan dan pemberian ilmu dan materi kepada buruh agar mereka bisa lebih paham atas hak dan kewajiban yang di­milikinya,” katanya.

Ombudsman juga menilai pihak pengawasan di Pemprov Banten belum memberikan kepastian kepada pelapor men­genai perkembangan perma­salahan.

Selain itu, lanjut Bambang, saat buruh Provinsi Banten juga dihadapkan dengan persaingan dunia kerja dengan tenaga kerja asing. Tidak jarang pihaknya mendapatkan informasi menge­nai adanya TKA non skill mengi­si jabatan yang tidak semestinya. Sehingga semakin mempers­empit peluang tenaga kerja lokal untuk bisa bekerja.

Untuk itu, lanjut Bambang, pi­haknya meminta kepada SKPD terkait untuk bisa sesegera mungkin menerbitkan aturan dari setiap peraturan yang dike­luarkan oleh pemerintah pusat agar regulasinya di daerah bisa diatur lebih teknis. Hal itu dalam upaya menyelamatkan kaum buruh yang ada di Provinsi Bant­en agar lebih sejahtera.

Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakeraan pada Disnaker­trans Provinsi Banten Ubaidil­lah mengakui, maladministrasi ketenagakerjaan memang benar ada terjadi. Meski demikian, berkaitan hal tersebut sudah diselesaikan oleh pihaknya.

“Benar ada tapi levelnya tidak banyak dan sudah diselesaikan,” ujarnya.

Dia justru mengkritisi Om­budsman RI Perwakilan Banten yang tidak menyinggung hal tersebut meski keduanya berte­mu dalam sebuah forum group discussion (FGD) beberapa waktu lalu.

“FGD diselenggarakan oleh Ombudsman mengundang Dis­nakertrans provinsi serta kabu­paten/kota dan serikat pekerja. Pihak Ombudsman pada saat FGD Mei lalu di Hotel Le Dian ti­dak menyinggung hal tersebut,” pungkasnya. (denny/gatot)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.