Suap Sana Sini, Tetap Diadili
Bendahara Yayasan Al Muqarobah Tigaraksa Disidang
SERANG,SNOL Serapat-rapatnya menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga. Demikian pepatah yang kiranya tepat untuk menggambarkan ulah Ahmad Taufik. Terdakwa dugaan korupsi dana hibah sebesar Rp 500 juta dari Biro Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Provinsi Banten untuk Yayasan Al-Mukarobah di Desa Sodong, Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
Upaya Ahmad menyuap sejumlah oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan di Kabupaten Tangerang untuk menutupi kasus korupsinya berakhir sia-sia. Bendahara Yayasan Al-Mukarobah itu tetap harus diadili di meja hijau setelah dugaan kasusnya terbongkar.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Serang, Rabu (30/10), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Lidia Sari mengungkapkan dana sebesar Rp 500 juta dari alokasi dana hibah tahun 2011 tidak digunakan sesuai peruntukan dalam proposal pengajuan. Melainkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok terdakwa.
Dana 500 juta dibagi-bagi kepada Abdul Fatah yang berperan sebagai perantara Yayasan dan Biro Kesra sebesar Rp150 juta. Selanjutnya Rp 100 juta digunakan untuk pembelian komputer dan laptop pribadi terdakwa. RP 50 juta lainnya dipakai sebagai operasional terdakwa selama pencairan dan pasca pencarian. Terakhir uang serta Rp 100 juta diserahkan kepada Ketua Yayasan Al Muqarobah yang sudah didakwa terlebih dahulu.
Masih menurut JPU, saat kasusnya mulai mencuat ke publik, terdakwa mengalokasikan dana Rp 100 juta untuk meredam kasusnya agar tidak diperbesarkan oleh media dan LSM yang diduga lembaga dan wartawan OJP (sebutan lembaga tidak jelas).
“Terdakwa juga membagikan uang kepada beberapa LSM dan wartawan untuk menutupi kasus ketika masalah ini mulai ramai dibicarakan orang sebesar Rp100 juta. Cuma wartawan dan LSM apa kita tidak tahu karena terdakwa juga kurang begitu mengenalnya,” kata JPU Nur Lidia Sari, kemarin seusai membacakan dakwaan.
Diterangkan JPU, kasus dugaan korupsi tersebut bermula saat terdakwa mengajukan proposal yang dikirimkan ke Biro Kesra Banten senilai Rp 1,2 miliar, melalui perantara Abdul Fatah. Namun, ajuan dana sebesar tersebut ditolak oleh Pemprop. Masih melalui Abdul Fatah sebagai pelantara ajuan dana tersebut kemudian direvisi menjadi Rp 500 juta. Dan setelah dana cair pada tahun 2012 kemudian dana tersebut mereka bagi-bagi. Padahal dalam proposal pengajuan tersebut tercantum kebutuhan yayasan diantaranya untuk pembelian mebeulair, pengadaan buku, pengadaan perpustakaan dan kebutuhan Yayasan seperti pada umumnya.
Sementara, usai sidang penasehat hukum terdakwa mengatakan, bahwa pihaknya tidak melakukan eksepsi karena struktur dakwaan sudah sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Menolak eksepsi, bukan berarti kami menerima dakwaan jaksa. Sebab eksepsi kan bukan membahas masalah pokok perkara,” kata Sahrullah, penasehat hukum terdakwa. Sahrullah juga mengatakan, pihaknya mengajukan pengalihan jenis penahanan terdakwa kepada majelis hakim. Sebab, selain orangtua terdakwa sedang sakit juga dijamin terdakwa tidak melarikan diri.
“Terdakwa kooperatif kok, dia tidak akan lari. Dia sudah menunjukkan itikad baiknya dengan mengembalikan dana sebesar Rp 500 juta tersebut,” tukas Sahrullah. (bagas/gatot)