Kejati Masih Rahasiakan Nama Tersangka

SERANG,SNOL— Diam-diam, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten rupanya telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan operasi pada penyertaan modal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Banten Global Development (BGD) senilai Rp314,6 miliar.

Kasus yang merugikan negara sekitar Rp 20 miliar itu mencuat setelah adanya masalah dugaan penyimpanan operasi atau KSO dari tahun 2007 hingga 2013.

Dari data yang diketahui, dua Kerjasama Operasi (KSO) yang berjalan yakni KSO batching plant dengan nilai investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 1 miliar dan KSO Cargo (tidak diketahui nilai investasinya). Sedangkan tujuh KSO yang bermasalah yakni Briket Kayu Rp 10 miliar, KSO Batu Split Rp 1.120.000.000, KSO Slag Steel Rp 1,4 miliar, KSO Kapal Tongkang Rp 2,5 miliar, KSO Pasir Laut Rp 1 miliar, KSO Tanah Rp 4 miliar, dan KSO Tambak Udang Rp 364.582.325.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Banten Sufari mengungkapkan dari perkembangan penyidikan kasus itu penyidik sudah menetapkan tersangka. Namun identitas tersangkanya masih dirahasiakan. ”Sabar dululah, yang jelas sudah ada tersangka. Sebenarnya ini bukan dirahasiakan tapi demi kepentingan penyidikan tahap awal kita belum bisa publikasikan,” ujarnya.

Sufari berjanji akan mempublikasikan identitas dan jumlah tersangka ke publik jika data dan informasi penyidik dinilai sudah lengkap. Ia pun memberikan bocoran kepada wartawan Satelit News, mengenai identitas tersangka tersebut yang memiliki peran atau posisi di PT BGD.

”Kita masih melengakapi data dan informasi, nanti kita publikasikan tersangkanya. Inikan PT yang kelola direksi, namanya direksi lebih dari satu. Dari para direksi itu kita dalami yang mana ketentuan-ketentuan yang dilanggar,” jelasnya.

Sufari menegaskan, nilai dugaan kerugian negara pada penyertaan modal PT BGD ini melebihi Rp 20 miliar. Oleh karena itulah penyidik akan meminta audit independen secara menyeluruh, meskipun PT BGD sudah melakukan audit independen tersendiri.

“Kita akan mendatangkan auditor, karena ini perseoran terbatas (PT) harus ada independen tersendiri yang mengaudit dari awal penyaluran dana tahun 2007 sampai 2013,” katanya.

Terkait perkembangan penyidikan, Sufari menjelaskan telah memeriksa banyak saksi dan tidak menutup kemungkinan akan memeriksa saksi dari pihak legislatif. ”Sudah banyak sekali saksi yang kita periksa, yang jelas kita periksa saksi yang masih ada kaitan dengan PT BGD. Kita lihat perkembangan, tidak menutup kemungkinan kami pinta keterangan (DPRD Banten, red), pejabat Pemprov Banten dan yang lainya,” jelasnya.

Terkait dugaan korupsi PT BGD yang juga diusut Direktorat Kriminal Khusus (Dir Krimsus) Polda Banten, Sufari mengaku tidak tahu menahu. ”Mungkin persoalanya lain, kita usut penyaluran modal keuangan negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi Banten secara keseluruhan. Saya tidak tahu Polda Banten usut yang mana, informasi yang kita terima berbeda pengusutanya,” kilahnya.

Dari ringkasan laporan keuangan hingga Desember 2014 diketahui bahwa deposito yang dimiliki PT BGD mencapai Rp 315 miliar, kas Rp 3,8 miliar, penyertaan Rp 45 miliar, dan aset ruko Rp 4,6 miliar. Pada September 2014 ditemukan adanya catatan saldo yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 5,5 miliar, namun tidak dijelaskan saldo apa yang dimaksud. Intel Kejati Banten kemudian menyelidiki dugaan penyimpangan kerjasama itu karena disiniyalir merugikan keuangan daerah.

Sebelumnya, puluhan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penyelamat Aset dan Keuangan (Kompak), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejati Banten, Jalan Pandeglang – Serang KM 4, Kota Serang, Jumat (24/4) lalu. Mereka mendesak agar Kejati serius dalam mengusut kasus dugaan korupsi di BUMD Banten yakni, PT BGD Rp 314,6 miliar.

Dalam orasinya, Korlap aksi Oman Sumantri, mengatakan pihaknya menduga, banyaknya kejanggalan dalam proses permodalan dari APBD Banten ke PT BGD. Pada 2013 lalu penambahan modal ke PT BGD meningkat drastis dari Rp31 miliar menjadi Rp314,6 miliar. “Disahkannya Perda Nomor 5 Tahun 2013, tentang penambahan penyertaan modal daerah ke dalam saham PT BGD, menjadi pemicu timbulnya ketergesaan (menaikan modal),” tambahnya.

Menurutnya, besarnya anggaran dari APBD Banten kepada PT BGD, seharusnya menjadikan perusahaan Holding Company itu sebagai penyumbang signifikan dalam APBD Banten. Tapi nyatanya, dalam setiap tahunnya belum pernah tercapai target yang diharapkan. “Kejati harus serius menyikapi dugaan korupsi di PT BGD. Jangan sampai uang rakyat dimakan oleh koruptor yang tidak bertanggungjawab, yang terus menumpuk kekayaan dari keringat pajak rakyat Banten,” teriaknya.

Pendemo lainnya, Ucu Jauhari mengatakan, PT BGD diduga telah melakukan kesalahan atau penyimpangan dalam menjalankan bisnisnya, yakni berupa kerjasama operasi (KSO) atau menanamkan modal kepada sejumlah perusahaan. Akibatnya, tak kurang dari Rp20,3 miliar uang milik perusahaan daerah yang disuntikan dari APBD Banten, tak jelas rimbanya.

Sejumlah KSO dimaksud, menurut Ucu, adalah KSO batching plant dengan nilai investasi Rp 1 miliar, KSO Cargo (tidak diketahui nilai investasinya), dan 7 KSO briket yang bermasalah, masing-masing KSO briket kayu Rp10 miliar, KSO batu split Rp1.12 miliar, KSO slag steel Rp1,4 miliar, KSO kapal tongkang Rp2,5 miliar, KSO pasir laut Rp 1 m, KSO tanah Rp4 miliar, dan KSO tambak udang Rp364.582.325.

“Kami juga menyoroti Perda tentang penyertaan modal Pemprov kepada BGD yang menyebutkan, total penyertaan modal sampai saat ini adalah Rp 989 miliar, atau selisih Rp 5 miliar dari yang seharusnya hanya Rp 984 miliar,” ungkapnya. (mg30/metty/mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.