Menikmati Nasi Goreng plus Sate Ayam di Kiev, Ukraina

Makan masakan Indonesia di negara yang jauh seperti Ukraina sangat nikmat rasanya. Apalagi, yang masak juga orang Indonesia. Di tengah-tengah liputan Euro 2012, wartawan Satelit News Agung Pamujo menyempatkan makan di restoran sebuah hotel di Kiev yang menyajikan masakan Indonesia. Berikut laporannya.
SELAMA meliput Euro 2012 di Ukraina, sebenarnya bukan berarti saya sama sekali tidak pernah makan masakan Indonesia. Pada hari kedua di Kiev –saya mulai tiba di ibu kota Ukraina itu pada Jumat, 8 Juni– , saya sudah menyantap pecel. Yakni, saat dijamu staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kiev.
Karena bumbu pecel memang dibawa dari Indonesia, rasanya pun tidak jauh beda. Meski, sayur dan daging ayamnya dari Ukraina. Baru Rabu (20/6) lalu saya menikmati masakan khas Indonesia yang dimasak langsung di negara mantan pecahan Uni Soviet itu.
Dari staf KBRI di Kiev, saya mendapat informasi sejauh ini belum ada restoran yang menyajikan masakan Indonesia di Kiev. Restoran Asia memang ada, tapi menyajikan masakan Jepang, China atau Korea. Saya pernah dapat brosur ada restoran yang menjual masakan khas Asia Tenggara. Tapi, dalam brosur ini yang disebut adalah masakan khas Thailand, Vietnam dan Malaysia.
Namun, staf tadi memberi tahu ada empat juru masak (chef atau koki) asal Indonesia yang bekerja di Hotel Hyatt Regency, Kiev. Di hotel itu, mereka bertugas menyajikan masakan Asia, termasuk dari Indonesia.
Saya pun ke hotel yang berlokasi di depan Kathedral Sophia, salah satu bangunan gereja tua ternama di Kiev. Begitu masuk ke restoran bernama Grill Asia yang ada di lantai 2 hotel bintang lima itu, saya langsung menjumpai koki yang tengah memasak di dapur terbuka yang ada di tengah restoran itu.
Koki yang kemudian saya tahu namanya Eko Koesprananto itu kebetulan juga pas melihat saya. Dia tersenyum, namun tetap melanjutkan pekerjaannya. Saya pun menuju kursi, diantarkan pelayan wanita berambut coklat.
Begitu membuka menu yang disodorkan oleh pelayan bernama Irina itu, saya langsung mendapati deretan nama-nama masakan Indonesia di kelompok menu Asia. Ada tiga menu, yakni nasi goreng, mi goreng dan ayam saus rujak. Nama-nama menu itu benar-benar ditulis dalam bahasa Indonesia, dengan keterangan di bawahnya dalam bahasa Inggris.
Saya memesan nasi goreng. “Good choice. That is the most favourit menu here,” kata Irina yang begitu mendengar pesanan saya.
Tak lama, chef Eko datang ke meja saya. Dengan mengenakan seragam khas koki putih-putih, pria berusia 31 tahun itu menyapa.
Kami saling berkenalan. “Senang rasanya setiap melihat ada tamu Indonesia. Karena sangat jarang (dari Indonesia) datang ke sini,” kata koki lulusan Sekolah Tinggi Perhotelan Trisakti Jakarta itu.
Meski jarang ada tamu Indonesia, bukan Eko bersama dua koki Indonesia lainnya di hotel itu –satu koki lainnya sudah kembali ke Indonesia—tidak sibuk. Menurut pria yang ayahnya berasal dari Wonosobo dan ibunya orang Betawi itu, tamu non Indonesia juga banyak yang memesan masakan Indonesia. “Setiap hari selalu ada yang pesan (masakan Indonesia). Paling favorit memang nasi goreng,” katanya.
Dia lantas minta ijin kembali ke dapur. Selain untuk menyiapkan nasi goreng saya, Eko juga harus melayani pesanan lain. Karena itu, hanya dia koki Asia yang bertugas. Dua rekannya –Andi Ashadi asal Makassar dan Sapto dari Gunungkidul– sedang libur.
Tidak lama nasi goreng pesanan saya datang. Disajikan di atas piring khusus hot plate, nasi goreng itu dilengkapip dengan telur ceplok, tiga tusuk sate ayam ukurang besar, dan satu potong dada ayam goreng. Plus, sambal terasi dan acar timun, dan yang mengejutkan … beberapa biji kerupuk. Persis seperti di Indonesia.
Bagaimana rasanya? Hhmmm … sedap. Apalagi, bagi saya yang hampir dua minggu ini kebanyakan makan di McDonald.  Kerupuknya pun juga kriuk..kriuk, meski rasanya tidak begitu kuat seperti kerupuk di Indonesia. Apa pun, nasi goreng itu benar-benar nikmat dan pantas untuk dibayar dengan harga 180 hryvnia (sekitar Rp 200 ribu)… he…he…he.
Saat asyik makan itu, Eko mendatangi saya. Saya puji masakannya, lantas bertanya dari mana bahan dan bumbu masakannya didatangkan? Terutama, terasi dan kerupuknya? “Semua dari Thailand. Beras, kerupuk, terasi, dan bumbu-bumbu lain. Hanya kecap yang asli dari Indonesia,” katanya.
Menurut pria yang sudah lima tahun bekerja di Hyatt Regency Kiev itu, sesekali juga didatangkan terasi dari Indonesia. Dengan cara titip kalau pas ada salah satu dari tiga koki itu kembali ke Indonesia (memang hanya tiga koki itu pekerja warga Indonesia di Hyatt Kiev, Red). Namun, karena sering kehabisan, terasi dan bumbu-bumbu khusus lain didatangkan dari Thailand. “Saya tidak mengerti kenapa pasokan terasi dari Thailand. Padahal, terasi Thailand kurang begitu bagus seperti terasi kita,” katanya.
Eko yang menikah dengan Dewi Melani, wanita Indonesia dan punya satu anak berusia lima tahun –namanya Kaysa Luna Kieva. Diberi nama Kieva karena saat lahir bertepatan dengan awal tugas Eko di Kiev–, mengaku senang masakannya menjadi favorit diantara tamu hotelnya. Namun, koki yang mengawali kariernya di Hotel Grand Hyatt Jakarta itu, mengatakan tidak akan selamanya di Kiev.
“Sebenarnya di Kiev enak dan aman. Anak istri saya juga tidak masalah tinggal di sini. Tetapi, entah, saya tidak ingin di sini terus. Entah kembali ke Indonesia, atau ke negara lain,” kata koki yang punya adik juga seorang koki di sebuah hotel di Abu Dhabi itu, mengakhiri pembicaraan.(agung pamujo dari ukraina)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.