Ketika Pelajar Belanda Kagumi Air Pembuangan AC untuk Aquaphonic dan Doyan Misro

SEBANYAK 35 pelajar dan guru sekolah Stin Maartens Belanda mengunjungi para siswa di SDI Al – Ikhlas, Cipondoh Kota Tangerang, Rabu (3/8). Mereka antusias menyaksikan bagaimana anak-anak di sekolah berlabel Islam peraih Adiwiyata Mandiri itu merawat lingkungan.

PANJI PRATAMA, Cipondoh

Philip William sudah terkesan sejak pertama kali memasuki gerbang sekolah SDI Al-Ikhlas. Rimbun pepohonan yang tertata di lingkungan sekolah membuatnya bergembira.

Dia juga begitu menikmati se tiap pertunjukan yang ditampilkan anak-anak dari SDI Al – Ikhlas, Cipondoh. Setelah menikmati pertunjukan, dia dan kawan-kawannya berkeliling sekolah. Mereka mempelajari cara anak-anak Kota Tangerang mengelola lingkungan.

“Belanda memang sebuah negara maju, bahkan hampir setiap orang setuju dengan itu. Tetapi, bukan berarti di Belanda pengelolaan lingkungannya baik, sama seperti di sini. Makanya saya tak ingin melewatkan kesempatan ketika mem-pelajari bagaimana anak-anak di sini belajar mengelola lingkungan sekolah mereka,”ungkap Philip.

Ketika sedang berkeliling sekolah, Philip memperoleh pelajaran berharga. Dia menemukan air sisa pembuangan pendingin ruangan (AC) dimanfaatkan untuk sistem aquaphonic.

Di Belanda, kata Philip, sistem pertanian aquaphonic biasanya menggunakan air yang masih segar dan berasal dari sungai ataupun tanah. “Sebenarnya saya ingin mencicipi sayur yang di tanam disini, apakah rasanya dingin seperti AC, hehehe,” kelakarnya.

Namun, remaja yang mudah bergaul ini akan mencoba sayur tersebut ketika sampai di rumahnya nanti. Menurut Philip, sistem aquaphonic dengan memanfaatkan air AC adalah sebuah terobosan baru dalam menghemat sumber daya air.

“Yah, setidaknya selain pengalaman luar biasa yang aku dapatkan, aku bisa membawa bekal ilmu baru tentang aquaphonic di sini,” tandasnya.

Perjuangan anak-anak Belanda untuk sampai di Indonesia cukup berat. Philip misalnya. Dia harus merelakan uang tabungannya sebanyak 3.000 euro atau 45 juta rupiah hasil bekerja paruh waktu dengan membantu anak-anak tetangganya mengerjakan PR sebagai biaya ke Indonesia. Mereka berada di Indonesia selama tiga pekan. Dua hari di antaranya dihabiskan di Kota Tangerang.

“Tetapi, setelah sampai disini saya merasakan apa yang saya perjuangkan kemarin begitu luar biasa untuk moment seperti ini,” ujar remaja berambut pirang itu.

Kepala SDI Al Ikhlas, Dharmawati mengatakan kedatangan para pelajar Belanda dapat menjadi ajang saling berbagi kebudayaan dan juga informasi. Menurut Dharmawati, sekolahnya terpilih untuk dikunjungi pelajar Belanda dikarenakan keberhasilan meraih penghargaan sebagai sekolah Adiwiyata Mandiri.

“Melalui kunjungan ini, para siswa dari Belanda bisa melihat, apakah penghargaan tersebut memang pantas diberikan untuk sekolah kami,” ujarnya.

Dharmawati menjelaskan para pelajar Belanda itu sempat berbagi pengetahuan. Terutama di bidang bahasa. “Anak-anak dari Belanda tadi mengajarkan siswa kami bahasa Belanda, dan jujur kami para guru juga tak ingin ketinggalan untuk ikut belajar bersama. Pada hari ini semua senang, dan semua bergembira. Bahkan mereka suka dengan makanan Misro yang disuguhkan,”ujarnya.

Dharmawati berharap dari kegiatan ini, bisa terjalin sebuah persaudaraan baru. “Semoga apa yang dicita-citakan dari program One World ini bisa tercapai implementasinya, sehingga akan semakin banyak lagi pelajar dari mancanegara berkunjung ke Indonesia untuk belajar bersama menjaga lingkungan demi bumi kita,” pungkasnya. (gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.