Banten Masuk 5 Besar Nasional Kelulusan UN SMP

BANTEN,SNOL Provinsi Banten menduduki posisi kelima daerah dengan tingkat kelulusan ujian nasional (UN) tingkat SMP sederajat paling tinggi. Dari 164.727 peserta UN SMP, hanya 176 yang dinyatakan tidak lulus atau 0,11 persen. Dengan demikian tingkat kelulusan siswa SMP di Banten mencapai 99,89 persen.
Sedangkan daerah yang paling sedikit siswa yang tidak lulus diraih DKI Jakarta. Dari 132.328 peserta UN,  hanya 1 siswa yang tidak lulus, kemudian Jawa Barat dari 660.308 peserta UN, 117 siswa tidak lulus, Kalimantan Timur dari 53.518 peserta UN, 36 diantaranya tidak lulus, dan Sulawesi Utara daru 35.569 peserta, 28 siswa tidak lulus.
Selain tingkat kelulusan yang masuk lima besar nasional, salah satu siswa SMP asal Banten juga masuk 25 besar nasional nilai paling tinggi, yakni diraih Adelia Suryani siswa SMP Penabur, Kota Tangerang dengan perolehan nilai UN Bahasa Indonesia: 10, Bahasa Inggris: 9,80, Matematika: 10, dan nilai IPA: 10, sehingga jumlah nilai UN: 39,80.
Ketua Panitia UN tingkat Provinsi Banten Ino R Rawita menyambut baik prestasi lima besar nasional tingkat kelulusan UN SMP yang diraih Provinsi Banten. “Semua itu berkat kerja keras semua pihak, baik yang di provinsi maupun di kabupaten/kota. Terutama para siswa. Kami cukup bergembira dengan perolehan ini,” kata Ino saat dihubungi Satelit News tadi malam.
Hasil umum UN SMP/sederajat rencananya hari ini disampaikan pihak sekolah kepada seluruh siswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh meminta kelulusan dirayakan dengan cara-cara yang santun.
Secara keseluruhan, UN SMP/sederajat musim 2012 diikuti oleh 3.697.865 siswa. Dari jumlah tersebut, siswa yang dinyatakan lulus UN mencapai 3.681.920 anak. Dengan demikian, hanya ada 15.945 siswa (0,43 %) yang tidak lulus UN. Bagi siswa yang tidak lulus ini, bisa mengulang setahun lagi. Atau juga bisa mengikuti ujian kejar paket B.
Dalam paparan Nuh kemarin terungkap jika DKI Jakarta menjadi provinsi paling bagus. Tingkat persentase ketidaklulusan DKI Jakarta 0,00 persen. Dari total peserta UN di DKI Jakarta yang mencapai 132.328 siswa, hanya ada satu siswa yang tidak lulus. “Itu kenapa persentasenya 0,00?, karena tidak kelihatan lagi soalnya hanya satu siswa yang tidak lulus,” tutur menteri asal Surabaya.
Kondisi cukup kontras terlihat di provinsi Jatim. Terutama ketika membandingkan UN SMP/sederajat dengan UN SMA/sederajat. Pekan lalu, provinsi Jatim menduduki ranking sebagai provinsi dengan tingkat ketidaklulusan terendah, yaitu 0,07 persen.
Namun untuk hasil UN SMP/sederajat, posisi Jatim melorot. Hasil UN SMP/sederajat mendudukkan provinsi Jatim di urutan ke delapan. Tingkat persentase ketidaklulusan UN SMP/sederajat di provinsi Jatim mencapai 0,16 persen. Artinya dari seluruh peserta UN SMP/sederajat di provinsi Jatim yang mencapai 546.503 siswa, ada 886 siswa yang tidak lulus UN.
Di bagian lain, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih setia menduduki posisi juru kunci. Pada pengumuman UN SMA/sederajat, provinsi NTT menjadi provinsi paling tinggi persentase ketidaklulusannya, yaitu 5,50 persen.
Ketika hasil UN SMP/sederajat diumumkan, provinsi NTT tetap menjadi juru kunci. Persentase ketidaklulusan di NTT mencapai 2,45 persen. Dari total peserta UN di NTT yang mencapai 77.940 siswa, ada 1.906 siswa yang tidak lulus. Intervensi perbaikan kualitas pendidikan siap digerojokkan ke NTT.
Terkait dengan posisi NTT yang masih menjadi juru kunci, Nuh menuturkan tidak masalah jika NTT masih menjadi juru kunci. Sebab, provinsi yang lain juga berlari menjauhi posisi juru kunci. “Bedanya yang lain berlarinya kencang, yang NTT berlarinya kurang kencang. Itulah perlunya intervensi,” katanya.
Pada paparannya, Nuh mengatakan ada pola yang sama antara UN SMP/sederajat dengan UN SMA/sederajat. Yaitu sebaran nilai UN yang lebih luas ketimbang nilai ujian akhir sekolah (UAS). Nilai UN yang diperoleh siswa tersebar mulai dari 5 sampai 10. Sementara nilai UAS rata-rata ada di nilai 7, 8, dan 9.
“Inilah gunanya UN. Bisa memetakan dan memilih lebih detail nilai siswa,” ujar menteri asal Surabaya itu. Terkait dengan nilai UN yang menyebar mulai dari 5 hingga 10, Nuh mempertanyaakan kebenaran isu kebocoran soal UN. Jika kebocoran ini benar-benar terjadi, nilai UN siswa berkisar di angka 8, 9, bahkan 10.
Sementara itu, terdapat pergeseran pola mata pelajaran tersulit antara UN SMA/sederajat dengan UN SMP/sederajat. Jika pada UN SMA/sederajat, pelajaran bahasa Indonesia yang menjadi momok. Selanjutnya disusul Matematika.
Sementara yang terjadi pada UN SMP/sederajat adalah, pelajaran matematika yang menjadi momok. Pelajaran berhitung ini membuat 1.330 siswa tidak lulus ujian karena mendapat nilai kurang dari 4. Selanjutnya disusul bahasa Inggris (840), IPA (666), dan bahasa Indonesia (343). Seperti diketahui, salah satu syarat kelulusan UN adalah, tidak boleh mendapatkan nilai kurang dari 4.
Nuh berjanji akan terus mengevaluasi hasil UN dari analisa per mata pelajaran itu. Evaluasi ini akan mengetahui, apakah soal yang diujikan terlalu sulit atau proses pembelaran yang kurang optimal sehingga siswa tidak bisa memecahkan soal tersebut.
Untuk selanjutnya, Kemendikbud segera memetakan standarisasi UN tahun depan. Pemetaan ini diantaranya dijalankan oleh Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Pihak BSNP masih menunggu pelaksanaan UN tingkat SD/sederajat baru menjalankan evaluasi. Evaluasi yang akan dilakukan diantaranya terkait derajat atau skor minimal kelulusan dan tingkat kesulitan soal ujian. (wan/ca/eman/deddy/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.