Gugatan PKPU Kembali Ditolak

Pengacara BLP: Ada Apa di Balik Semua Ini

JAKARTA, SNOL—Pengadilan Niaga Ja­karta kembali menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor : 94/PDT.SUS-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. yang diajukan Krisna Murti dan Tavipiani Agustina terhadap PT Bangun Laksana Persada (PT BLP).

“Menolak permohonan pemohon PKPU untuk seluruhnya, membebank­an biaya perkara sebesar Rp 316 ribu,” kata Ketua Majelis Hakim Desbeneri Sinaga dalam amar putusan yang di­bacakan di Pengadilan Niaga Jakarta, Senin (6/8).

Pada pertimbangannya, Majelis Ha­kim mengatakan, pemohon tak bisa membuktikan dalil yang menyatakan lahan yang kini menjadi kawasan pergudangan dan industri berdiri di atas lahan pertanian. Selain itu, pi­hak pemohon selaku kreditur tak bisa membuktikan terjadinya hutang piu­tang dengan PT BLP selaku debitur.

Kuasa hukum PT BLP Alfin Suher­man dan Udin Zaenudin mengatakan, putusan hakim sudah sangat tepat. Menurutnya, objek perkara yang di­persoalkan bukan objek perkara PKPU melainkan objek perkara perdata. Apalagi, subyek dan obyek PKPU yang diajukan pemohon sama persis den­gan gugatan PKPU pertama yang telah ditolak Majelis Hakim. “Ini gugatan kedua Krisna Murti dan Tavipiani Agus­tin terhadap PT BLP yang subyek dan obyeknya sama persis dengan gugatan pertama. Saya bingung, jadi ada apa di balik semua ini,” tegas Alfin.

Perkara ini bermula dari transaksi jual beli lahan kavling seluas 930M2 yang terletak di Kelurahan Laksana, Keca­matan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Pihak pemohon mempersoalkan ma­salah sertifikat yang belum diserahkan.

Padahal sudah jelas dalam akta jual beli yang ditandatangani Notaris/PPAT Silvia Abbas Sudrajat. SH. SpN. No. 7 tanggal 12 Maret 2018 tertera sertifikat atas lahan tersebut masih dalam pen­gurusan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Anwar Kuasa Hukum pemohon Kris­na Murti dan Tavipiani Agustina enggan menanggapi putusan yang menolak permohonannya.

Perlu diketahui, penolakan PKPU Krisna Murti dan Tavipiani Agusti­na oleh Pengadilan Niaga Jakarta ini adalah kali kedua. Sebelumnya, perkara ini pernah ditolak oleh Pengadilan Nia­ga Jakarta pada 5 Juni 2018 lalu. Kala itu majelis hakim beralasan bahwa pihak pemohon yang mendalilkan penyerah­an sertifikat atas lahan itu bukan perka­ra PKPU. Pasalnya tidak terjadi hutang piutang yang telah jatuh tempo seperti yang diamanatkan oleh UU Kepailitan dan PKPU.

Sementara itu, Ahli Hukum Bis­nis Bidang Kepailitan Laode Kudus menjelaskan, permohonan PKPU me­mang boleh diajukan lebih dari satu kali. Namun sepanjang karirnya, Kudus mengaku belum pernah menemukan kasus dengan obyek dan subyek sama yang kemudian digugat lebih dari satu kali.

“Mengajukan gugatan itu sah-sah saja. Masalah pertimbangannya kan di tangan hakim. Kalau pertama ditolak, kedua ditolak berarti ada dampaknya, ini pernah diputus dengan obyek yang sama, subyek yang sama,” jelas Kudus lewat sambungan telpon, Senin(6/8). (rls/dm)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.